Weunderstand this kind of Ornamen Ukir Pada Wayang Kulit Termasuk Gambar Yang Bersifat graphic could possibly be the most trending subject subsequently we allowance it in google plus or facebook. We try to introduced in this posting since this may be one of astonishing citation for any Ornamen Ukir Pada Wayang Kulit Termasuk Gambar Yang 1. Selain ukiran berbahan dasar kayu ,ada juga ukiran wayang kulit,yang berbahan dasar kulit 2. Hasil ukiran kayu di Jawa Barat berbentuk wayang golek,salah satu tokoh wayang golek yang terkenal jenaka adalah3. alat yang digunakan untuk membuat ukiran adalah4. Daerah penghasil gerabah terkenal di Jawa Barat adalah​ bumi Kekarangan Jenis ukiran Bali yang indah dan unik selanjutnya, yaitu kekarangan. Motif ukiran Bali ini berbentuk binatang yang biasanya ditonjolkan pada bagian kepala. Umumnya, ukiran kekarangan hanya menggambarkan bagian rahang ke atas dengan posisi yang lebih menonjol dan tidak memiliki rahang bawah.
The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia. Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 DOI Gondang Jurnal Seni dan Budaya Available online Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali Visual Aesthetics of Ceramic Crafts Ornate Balinese Puppets I Wayan Mudra1, I Gede Mugi Raharja1, I Wayan Sukarya2 1Program Studi Desain, Program Magister, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia 2Program Studi Seni Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar, Indonesia Diterima 22 November 2020; Direview 13 Desember 2020; Disetujui 17 Februari 2021 Abstrak Wayang Bali dalam bentuk lukisan tradisional sebagai budaya warisan leluhur ikut menginpirasi kriyawan Bali dalam mewujudkan karya-karya keramik bernilai estetika. Usaha para kriyawan ini dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap masuknya karya keramik dari luar dan produksi karya-karya keramik seni di Indonesia yang mengabaikan karakter Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membahas estetika dari visual karya-karya keramik yang menerapkan ornamen wayang khas Bali. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa estetika dari visual produk kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali dilihat dari kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast cukup baik walaupun belum maksimal. Disamping itu estetika visual ornamen karya-karya keramik ini belum menampilkan kerumitan complexity yang baik, sehingga keindahan yang diperoleh tidak maksimal. Penilaian estetika visual pada karya ini bersifat subyektif, sehingga sangat mungkin ada penilaian yang berbeda. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa estetika dapat dicapai dengan mengangkat budaya tradisi masa lalu dan sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya tersebut dan menjadi pembeda di tengah maraknya keramik bernuansa Cina di Indonesia. Kata Kunci estetika, keramik, ornamen, wayang, Bali. Abstract The Balinese puppets in the traditional paintings as a cultural heritage has inspired Balinese craftsmen created ceramic works of aesthetic value. The efforts these craftsmen can be read as resistance to entry the ceramic works from outside and the production of the ceramic art in Indonesia that ignore Indonesian characters. This study aims to discuss the aesthetics of visuals ceramic works that apply Balinese puppets ornaments. The data collection method by observation and documentation. The results showed that the aesthetics of the ceramic craft products with Balinese puppets ornaments seen from unity, harmony, symmetry, balance, and contrast are quite good, although not yet optimal. Besides, the visual aesthetics of the ceramic works have not displayed good complexity, so the beauty that obtained was not optimal. The visual aesthetic assessment of this work was subjective in nature, so it was possible that there will be different judgments. The conclusion that aesthetics can be achieved by elevating the cultural traditions of the past and at the same time as a form of appreciation for that culture and become a differentiator amid the rise of Chinese ceramics in Indonesia. Keywords aesthetics; ceramics; ornaments; puppets, Bali. How to Cite Mudra, I G. Mugi Raharja. I W. Sukarya. 2021. Estetika Visual Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 53-63. *Corresponding author E-mail wayanmudra ISSN 2599 - 0594 Print ISSN 2599 - 0543 Online I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 54 PENDAHULUAN Persoalan estetik sebuah karya seni termasuk di dalamnya produk kriya, merupakan suatu objek yang menarik untuk dibahas seperti karya-karya seni lainnya. Karena berkaitan dengan rasa apresiasi dan penghargaan terhadap sebuah ciptaan dan dapat dilakukan oleh semua orang secara objektif dan sewajarnya dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa nilai, dan tanpa pertimbangan kepentingan apapun. Pengalaman estetik seseorang, selain indah juga termasuk pengalaman buruk, sedih, marah, muak, jijik, benci, serta berbagai rasa yang ditimbulkan langsung dan sesudahnya akan muncul rasa suka tidak suka, senang tidak senang, dan puas tidak puas Ekosiwi, 2017. Penilaian terhadap estetik ini merupakan penilaian yang sifatnya subyektif, masing-masing indvidu memiliki ukuran sendiri sesuai tingkat pengalamannya dalam mengapresiasi karya seni. Hasil penilaian menjadi subjektif karena subjek bertindak sebagai penilai, disini keadasaran individu menjadi ukuran penilaian Abadi, 2016. Berkaitan dengan tulisan estetik pada visual kriya keramik dengan muatan kearifan lokal wayang khas Bali merupakan objek yang masih tergolong baru pada sebuah karya tulis. Beberapa tulisan kriya keramik dengan muatan lokal wayang khas Bali, sebelumnya ditemukan dalam bentuk karya tulis ilmiah seperti berikut ini. Tulisan berjudul “Motif Tradisi Wayang Khas Bali pada Penciptaan Seni Keramik”. Tulisan ini menjelaskan jenis-jenis karya yang diciptakan dengan ornamen wayang khas Bali, teknik pembentukan dan teknik penerapan oranmennya serta tokoh-tokoh wayang yang dipilih sebagai ornamen Mudra, 2019. Tulisan lainnya ditemukan berjudul “Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan”. Pada tulisan tersebut dijelaskan lukisan wayang Kamasan secara visual memiliki nilai estetika, mengandung nilai-nilai filsafat, nilai-nilai kehidupan manusia sehingga sering dipakai sebagai model dalam melakukan pencerahan untuk kehidupan manusia di dunia nyata maupun dunia akhirat. Di samping itu juga dijelaskan bahwa lukisan wayang Kamasan diinovasi menjadi kemasan pasar untuk memenuhi kebutuhan konsumen Mudana, 2016. Pada tulisan Yuliawan berjudul “Penciptaan Tempat Lampu Keramik dengan Ornamen Figur Wayang Bali” merupakan tulisan yang mengetengahkan penciptaan benda-benda tempat lampu keramik yang diberi ornamen wayang khas Bali, dengan mengambil tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Sinta, Hanoman, Sugriwa dan Subali, dan lain-lainnya. Ornamen ditampilkan dengan penuh warna sesuai warna wayang yang menjadi referensi, diterapkan di atas badan keramik yang kebanyakan berbentuk silinder Yuliawan, 2017. Pada tulisan lain berjudul “Wayang Kamasan Painting and Its Development in Bali’s Handicrafts” menjelaskan lukisan wayang Kamasan diperkirakan sudah ada pada kerajaan Bali kuno, yaitu saat pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Semarapura Klungkung Bali. Wayang Kamasan dilukis di atas kanvas dengan warna dasar coklat muda, terkesan kaku, dan dua dimensi. Tokoh-tokoh yang digambarkan diambil dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Produk kerajinan Bali yang terinspirasi dari lukisan wayang Kamasan diantaranya kerajinan keramik, produk anyaman seperti sokasi/keben keranjang dari anyaman bambu, sarung keris, dulang baki, bokor mangkok, gitar, beruk wadah batok kelapa, dan lain-lain Mudra, 2020. Semua artikel di atas memiliki fokus kajian yang berbeda dengan tulisan pada artikel ini. Fokus kajiannya tidak ada yang menyinggung visual estetik wayang Kamasan pada sebuah karya keramik. Sedangkan tulisan ini bertujuan mengkaji khusus tentang estetika visual kriya keramik dengan ornamen wayang khas Bali. Wayang khas Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 55 Bali yang dimaksud dalam tulisan ini adalah lukisan wayang Kamasan. Dengan demikian state of the art dari karya tulis ini menjadi jelas. Kajian estetik lukisan kriya keramik dengan ornamen wayang Kamasan ini merupakan kebaruan dari tulisan ini yang belum pernah dibahas atau ditulis sebelumnya. Batasan mengenai estetika adalah sesuatu yang masih sulit untuk dijelaskan secara tepat, karena sifatnya sangat luas dan bersifat subyektif. Buku pertama yang membahas estetika yaitu Baumgarten “Aesthetica” 1750. Estetika diidentikkan dengan keindahan. Pencipta seni dan penikmat seni memiliki parameter yang berbeda-beda dalam penilaian keindahan sebuah karya yang dinikmati. Hal ini kerapkali terjadi pada suatu ajang pameran karya dengan pengunjung yang datang dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda dari segi usia, pendidikan dan pengalaman. Karya yang dipamerkan atau disajikan kepada publik sebagai wujud karya tersebut dalam memenuhi fungsi sosialnya. Kemampuan kritis penilai merespon suatu karya seni menentukan komunikatif dan tidaknya karya tersebut diapresiasi sehingga berlangsung penghayatan. Pembahasan mengenai estetika akan menyangkut tiga elemen yang tekait yaitu objek estetika, subjek estetika dan nilai estetika. Objek estetika adalah benda atau karya seni yang diamati, benda yang menjadi objek untuk diapresiasi. Subjek estetis adalah orang yang mengamati atau orang yang mewujudkan objek estetis. Pengalaman kreator dalam mengamati objek estetis disebut pengalaman estetis. Sedangkan nilai estetis adalah ukuran yang digunakan subjek untuk menimbang keindahan atau kejelekan, maupun ketertarikan atau ketidaktertarikan pada suatu objek. Maka dari itu estetika dapat dipandang sebagai kajian tentang proses yang terjadi pada subjek, objek, dan nilai yang terkait dengan ketertarikan atau ketidaktertarikan subjek pada bentuk objek karena pengaruh nilai-nilai tertentu Junaedi, 2016. Pada sumber lain disebutkan pengertian keindahan dalam arti luas, misalnya tokoh Yunani Plato menyebut watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles menyebutkan keindahan sebagai sesuatu selain baik juga menyenangkan. Berbagai bentuk keindahan dalam arti luas misalnya keindahan alam, keindahan moral, keindahan seni, serta keindahan intelektual. Keindahan dalam arti estetika murni adalah pengalaman estetis seseorang dalam mencerap segala sesuatu, sedangkan keindahan dalam arti terbatas hanya menyangkut benda-benda yang dicerap dengan penglihatan, yaitu keindahan dari bentuk dan warna. Keindahan pada dasarnya adalah sejumlah kualita pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Suatu hal disini adalah objek seni yang akan dicerap. Kualita tersebut misalnya kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast Dharsono dalam Utari, 2020. Komponen kulitas dari keindahan ini yang akan dipakai melalukan penilaian terhadap karya keramik yang menampilkan kearifan budaya lokal Bali yaitu wayang Kamasan. Saat ini lukisan kuno wayang Kamasan masih dapat ditemukan di langit-langit bangunan Bale Kertagosa dan Bale Kambang di Puri Klungkung, yang saat ini difungsikan sebagai objek wisata. Keberadaan lukisan wayang Kamasan merupakan pengayoman kerajaan Klungkung terhadap karya seni. Hal ini terjadi ketika kerajaan Klungkung diperintah oleh salah satu raja Kepakisan yaitu Sri Waturenggong pada abad ke 15. Disebut sebagai lukisan Wayang Kamasan karena kegiatan melukis wayang ini bermula dari Desa Kamasan Kabupaten Klungkung Bali. Kata Kamasan disinyalir berasal dari kata ka-emas-an. Karena desa ini banyak perajin yang mengerjakan benda-benda kerajinan dari emas atau I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 56 logam yang telah ada pada masa perundagian Ahmad, 2016. Fajar Putu Arcana kurator Bentara Budaya Bali pada media yuotube berjudul “Kamasan-Lukisan dari Para leluhur “ menjelaskan Mangku Mura 1920-1999 dan I Nyoman Mandra dianggap tokoh penting yang menyertakan namanya dalam karyanya, kemudian diteruskan oleh I Nyoman Mandra yang mengajarkan kepada ibu-ibu dan anak-anak melukis wayang Kamasan. Lukisan wayang Kamasan merupakan kelanjutan dari tradisi melukis wong-wongan yaitu melukis dengan objek manusia dengan alam sekitarnya. Gede Mersadi seorang warga Desa Kamasan merupakan salah satu tokoh awal yang disebut-sebut sangat berperan dalam pembuatan lukisan wayang Kamasan. Peran pengembangan itu diperoleh atas perintah dari raja Klungkung sekitar tahun 1987-an. Karena keberhasilannya melukis Mahapatih Modara yang dipetik dari lontar Bomantara, raja memanggil Mersadi dengan sebutan Modara Mudana, 2016. Style lukisan wayang karya Mersadi ini dikenal dengan seni lukis wayang Kamasan yang juga disebut sebagai seni lukis klasik yang masih bertahan hidup dan berkembang di masyarakat khususnya di Desa Kamasan Klungkung Bali. Style lukisan wayang Kamasan ini menjadi inspirasi dalam pengembangan berbagai produk kerajinan di Bali, termasuk dalam pengembangan produk kriya keramik sebagai upaya memperoleh keindahan visual. Berikut contoh lukisan style wayang Kamasan Karya seniman I Nyoman Mandra. Gambar 1. Rama dan Shinta, karya I Nyoman Mandra. Contoh style lukisan wayang Kamasan Sumber METODE PENELITIAN Karya tulis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini termasuk penelitian sampel, pengambilan data dilakukan di usaha kerajinan keramik Tri Surya Keramik yang berada di Desa Kapal Kecamatan Mengwi Badung. Perajin ini menjadi mitra pelaksanaan Penelitian Terapan yang dilaksanakan oleh tim penulis artikel ini dan mendapat pendanaan kompetitif Kemenristekdikti tahun 2020. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan dokumentasi on line dan off line. Penentuan sumber data dilakukan dengan proposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan peneliti. Analisis data menggunakan metode hermeneutik, yaitu menginterpretasi estetika dari teks atau subjek penelitian yaitu visual karya-karya keramik yang berornamen lukisan motif wayang khas Bali yaitu wayang Kamasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Karya-karya keramik yang diciptakan dalam pelaksanaan Penelitian Terapan tahun 2020 ini cukup bervariasi dilihat Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 57 dari bentuk maupun dari fungsinya, diantaranya ada berupa sangku di Bali difungsikan sebagai tempat air suci, vas vase, dan guci jar. Bentuk-bentuk yang ditampilkan cukup sederhana, tidak banyak ada permainan garis namun sebagian besar tidak ditemukan di pasar-pasar umum. Teknik pembentukan badan keramik dilakukan dengan teknik putar, dengan ketebalan yang cukup baik sesuai besaran benda tersebut. Teknik putar juga diyakini memiliki resiko rendah terhadap barang keramik pecah dan retak serta lebih efektif dan efisien dalam pembuatan karya keramik maupun tembikar/gerabah Akbar, 2019. Karya-karya ini bisa difungsikan sebagai benda hias maupun benda fungsi, tergantung penggunanya. Selain itu bisa juga dimanfaatkan sebagai benda souvenir kepada kerabat atau bentuk pemberian lainnya karena tampilan visualnya cukup menarik dan unik. Untuk mengahasilkan produk yang unik harus dilakukan melalui riset dengan inovasi dan teknologi untuk menghasikan produk yang berbeda dari produk kebanyakan Cooper dan Kleinschimdt dalam Wijayanti, 2019. Produk-produk karya keramik ini merupakan perwujudan hasil riset. Semua karya-karya ini menerapkan ornamen wayang khas Bali yaitu style wayang Kamasan sebagai upaya memperoleh keindahan visual dari produk keramik tersebut. Penerapan ornamen dilakukan dengan teknik lukis menggunakan cat khusus keramik dan dimatangkan dengan teknik pembakaran dengan suhu mencapai 10000C. Proses pembakaran ini bertujuan supaya lapisan warna dalam bentuk gambar, kuat menempel pada badan keramik, tidak lepas oleh cuaca panas atau dingin dan tahan sepanjang tahun. Figur-figur gambar wayang yang digambarkan pada badan keramik tersebut diambil dari figur-figur yang berperan pada cerita Ramayana yang dipilih secara porposive. Figur-figur tersebut diantaranya Rama, Laksmana, Shinta, Rahwana, Sugriwa, Subali, dan Hanuman. Penggambaran figur pada badan keramik ada yang terkait dengan satu cerita ada juga yang tidak terkait. Visualisasi karya-karya keramik tersebut dapat dilihat seperti gambar berikut Gambar 2. Sangku Sugriwa Subali Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 3. Sangku Laksmana Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 58 Gambar 4. Rama Cylinder Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 5. Rama Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 6. Sinta Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 7. Rama Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 8. Dragon Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020 Gambar 9. Rama Vase 2 Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 59 Gambar 10. Laksmana Vase Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 11. Rama Jars Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 12. Laksmana Jars Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Gambar 13. Ram Rama With A Handle Sumber Dok I Wayan Mudra 2020. Pada pembahasan berikutnya adalah pembahasan estetika dari visual karya-karya keramik di atas dengan menggunakan tinjauan unsur-unsur kualita estetika yaitu kesatuan unity, keselarasan harmony, kesetangkupan symmetry, keseimbangan balance, dan perlawanan contrast yang dikemukakan oleh Dharsono dalam Surajiyo, 2016. Kesatuan adalah kohesi pokok, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan, yang merupakan isi pokok dari komposisi. Jika diamati dari visual warna semua produk di atas semuanya saling berdekatan misalnya warna coklat muda, warna merah, warna biru, dan hijau, tidak ada tampilan warna yang terlalu dominan menguasai warna lainnya, sehingga unsur kesatuan dari warna terpunuhi dalam karya-karya di atas. Demikian juga jika diamati dari bentuk ornamen berupa gambar wayang dengan objek pada latar belakang juga menampilkan kesatuan. Garis-garis lengkung dengan ukuran panjang bervariasi pada objek utama I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 60 terulang pada objek latar belakang, tidak garis-garis yang kontras pada objek-objek tersebut. Dilihat dari unsur kesatuan ini karya-karya di atas penulis meyakini mampu menampilkan nilai estetika bagi penilianya. Keselarasan harmony adalah paduan unsur-unsur yang berbeda. Jika unsur-unsur estetika dipadu secara berdampingan maka akan timbul kombinasi tertentu dan timbul keserasian. Namun perlu diingat bahwa harmonis bukan berarti merupakan syarat untuk semua komposisi/susunan yang baik. Harmoni dapat juga dijelaskan sebagai suatu kesepakatan, suasana hati yang lega, dan menyenangkan dari kombinasi unsur dan prinsip yang berbeda, namun memiliki kesamaan dalam beberapa unsurnya. Visual ornamen yang berbeda dari karya-karya keramik di atas adalah bentuk-bentuk figur wayang yang berbeda yang ditampilkan pada satu karya, misalnya gambar 2 yaitu Sangku Sugriwa Subali berisi tiga figur wayang yaitu Sugriwa, Subali dan Hanoman, gambar 3 Sangku Laksmana terdiri dari empat figur, demikian seterusnya. Pada karya-karya di atas menampilkan 2 sampai 4 figur wayang pada setiap karya, dan pada beberapa figur tampil ulang dalam beberapa karya. Penulis mengamati keselarasan ini juga muncul dari perbedaan bentuk figur wayang tersebut. Demikian juga dilihat dari visualisasi warna yang berbeda-beda seperti warna merah, biru, hijau, dan coklat muda dan hitam terlihat padu. Hitam pada hiasan kepala wayang terlihat kontras dengan yang lainnya dalam beberapa karya tidak menjadi kontras jika dipahami bahwa hitam tersebut mewakili warna rambut dari tokoh wayang. Karena penempatan warna hitam pada bidang tersebut yang semestinya karena merupakan pakem dari warna wayang Kamasan. Pengamatan secara keseluruhan baik dari bentuk maupun pewarnaan karya-karya ini telah mampu menyampaikan suatu keharmonisan, muncul raya senang dan juga melegakan, walaupun pernyataan ini masih bisa diperdebatkan lebih jauh. Kesetangkupan symmetry menurut KBBI berarti sama besar ukurannya kedua belah bagiannya. Kalau dilihat karya-karya di atas menampilkan 2 sampai 4 objek figur wayang pada setiap karya ukurannya hampir sama walaupun bentuknya tidak sama, karena masing-masing mengikuti pola gerak yang berbeda-beda. Hal ini bisa diamati secara detail pada masing-masing karya di atas. Keseimbangan balance adalah keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual ataupun secara intentitas kekaryaan. Bobot visual suatu karya ditentukan oleh ukuran, wujud, warna, tekstur, dan kehadiran semua unsur dipertimbangkan dan memperhatikan keseimbangan. Ada dua keseimbangan yaitu keseimbangan formal dan keseimbangan informal. Visualisasi karya-karya di atas dilihat dari bentuk produk menampilkan keseimbangan formal. Semua bentuk karya di atas antara ruas kiri dan kanan sama. Sedangkan ornamen figur wayang menampilkan keseimbangan non formal. Figur-figur wayang yang ditampilkan pada setiap badan keramik tersebut tidak sama antara ruas kiri dan kanan namun masih tetap seimbang, sehingga tampilan visualnya memenuhi konsep keseimbangan non formal. Keseimbangan non formal pada karya keramik di atas memenuhi persayaratan asimetris ditinjau dari teori keseimbangan Jelantik Novitasari, 2018. Perlawanan contrast adalah merupakan paduan unsur-unsur yang berbeda tajam. Kontras merangsang minat, kontras menghidupkan desain, kontras merupakan bumbu komposisi dalam pecapaian bentuk, namun kontras yang berlebihan dapat merusak komposisi, ramai dan berserakan. Kalau diperhatikan karya-karya keramik di atas kontras dapat Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 61 dilihat dari bentuk masing-masing tokoh yang digambarkan pada badan keramik. Perbedaan tersebut merupakan perbedaan bentuk karena ketokohannya, misalnya figur Rama berbeda dengan figur Laksmana, Sinta, Sigriwa, Subali maupun Hanuman. Namun dari bentuk badan keramik kontras tidak terlalu kelihatan, bentuk dasarnya semuanya menampilkan bentuk silinder. Di samping itu pembahasan tentang estetika ini bisa ditinjau dari teori Monroe Beardsley yang menyatakan ada tiga ciri yang menjadi sifat-sifat membuat baik indah’ dari benda-benda estetis adalah kesatuan unity, kerumitan complexity, dan kesungguhan intensity The liang Gie dalam Surajiyo, 2016. Teori ini juga relevan dipakai untuk membedah estetika ornamen wayang Kamasan produk keramik di atas, karena produk kriya keramik di atas termasuk produk kriya yang dalam konsep perwujudannya memerlukan kerumitan untuk menampilkan keindahan. Kerumitan adalah salah satu tolok ukur suatu mutu karya desain Irawan, 2013, termasuk karya kriya keramik ini. Ulasan kesatuan dari karya ini sudah dijelaskan sebelumnya. Ornamen kriya keramik ini sebetulnya tidak menampilkan kerumitan yang terlalu tinggi, karena-pola ornamennya masih memperlihatkan ruang-ruang kosong yang perlu ditambahkan objek, sedangkan objek figur wayang beberapa bentuknya masih disederhanakan dari rujukan asli wayang Kamasan. Untuk melihat hal ini bisa membandingkan dengan contoh karya lukis wayang Kamasan gambar 2 di atas. Dilihat dari aspek ini keindahan belum bisa dimunculkan secara maksimal. Walaupun penilaian ini sangat mungkin berbeda dengan penilaian orang lain yang latar belakang pengalamannya juga berbeda. Kesungguhan dari karya-karya ini juga belum nampak dari bentuk figur-figur wayang Kamasan yang menjadi rujukan dalam menerapkan ornamen karya ini. Beberapa tokoh wayang yang digambarkan tidak sesuai rujukan misalnya tangan dibuat pendek, warna yang tidak sesuai dengan warna yang seharusnya. Namun kesungguhan itu baru nampak kalau dilihat dari kerapian garis-garis yang ditampilkan rapi, tidak lewat atau lebih. Pemberi ornamen terlihat sungguh-sungguh dalam penerapannya, karena ditunjang oleh kualitas keterampilan tangan yang baik. Sehingga berpengaruh terhadap kualitas tampilan karya yang bermuara pada kualitas keindahan yang dikandungnya. Penulis meyakini produk-produk kriya di atas dapat dipandang sebagai karya seni karena mampu menghadirkan kesenangan bagi penikmatnya, sesuai dengan pernyataan Harbert Read dalam bukunya The Meaning of Art 1959. Harbert Read menjelaskan bahwa seni merupakan usaha manusia dalam menciptakan karya seni yang bersifat menyenangkan berdasarkan kepekaan perasaan dan kemampuan dalam menyatukan berbagai unsur seni untuk menciptakan keharmonisan sebagai hasil akhir dari proses penciptaan karya seni Dharsono dalam Utari, 2020. Keyakinan ini muncul berdasarkan beberapa respon yang diberikan oleh orang-orang yang sempat mengapresiasi karya ini. Produk kriya apapun wujud, bentuk dan fungsinya pada dasarnya keindahan adalah bagian yang diupayakan oleh penciptanya yang harus hadir dalam karya tersebut. Maka dari itu untuk memperoleh penilaian estetika yang lebih tinggi pada karya-karya di atas harus diupayakan maksimal unsur-unsur kesatuan, keseimbangan, keselarasan, perlawanan, dan kerumitan. Di samping itu pengambilan unsur-unsur budaya lokal nusantara merupakan objek yang terus bisa digali dan dikembangkan pada pengembangan industri kreatif yang bernilai ekonomi dan pada tingkat hilirisasi juga mampu meningkatkan I W. Mudra, I G. M. Raharja, I W. Sukarya, Estetika Visual Kriya Keramik Berornamen Wayang Khas Bali. 62 kesejahteraan masyarakat penggiatnya. Pengambilan budaya lokal dalam pengembangan produk kriya juga merupakan pelestarian budaya lokal yang semestinya tanggungjawab bersama. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 32 ayat 1 yang menyatakan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam menelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Hal ini meneguhkan bahwa bahawa pelestarian kebudayaan itu merupakan tanggungjawab bersama antara Negara dan masyarakat secara berkesinambungan Triwardani, 2014. SIMPULAN Pembahasan estetika visual karya-karya keramik yang berornamen wayang khas Bali di atas bersifat subjektif, maka dari itu sangat berpeluang untuk diperdebatkan dan didiskusikan untuk penyamaan peresepsi. Penilaian estetika merupakan penilaian kualitatif yang susah diukur dan penilaian tersebut sangat mungkin berbeda-beda bagi setiap orang, tergantung dari tingkat pengalaman seseorang dalam petualangannya pada bidang objek yang dinilai. Penulis menilai visual karya-karya keramik di atas sudah memenuhi nilai estetika jika ditinjau dari teori Dharosno, walaupun tingkat kualitasnya tidak terlalu tinggi, karena beberapa kreteria masih perlu ditingkatkan. Misalnya visual ornamen karya-karya tersebut belum menampilkan kerumitan yang tinggi, karena dalam produk kriya keindahan dapat dimunculkan melalui kerumitan yang cukup baik. Kerumitan yang tinggi, dan baik akan lebih mudah menampilkan kehindahan tersebut. Sedangkan unsur-unsur penunjang keindahan yang lainnya seperti kesatuan, kesetangkutan, keseimbangan, keselarasan dan perlawanan dari visualisasi wayang Kamasan tersebut cukup baik. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kemenristekdikti melalui Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat DRPM yang telah mendanai perwujudan karya-karya keramik melalui skema hibah Penelitian Terapan 2020 yang mengangkat wayang Kamasan Bali sebagai salah satu kearifan lokal Bali. DAFTAR PUSTAKA Abadi, T. W. 2016. Aksiologi Antara Etika, Moral, dan Estetika. KANAL Jurnal Ilmu Komunikasi, 42, 187-204. Ahmad, T. A. 2016. Mengurai Makna Lukisan Kamasan Di Puri Klungkung. Indonesian Journal of Conservation, 51 58 Akbar, T., & Prastawa, W. 2019. Karakteristik Dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hias. JADECS, 32, 67-73. Ekosiwi, E. K. 2017. Permasalahan Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat Seni. Jurnal Etika Respons, 2201 68. Irawan, B., & Tamara, P. 2013. Dasar-dasar desain. Griya Kreasi. Junaedi, D. 2016. Estetika, Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai. Yogyakarta ArtCiv Mudana, I. W. 2016. Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312; 200. Mudra, I. W. Raharja, I. G. M. & Sukarya, I. W. 2019. Motif Tradisi Wayang Khas Bali Pada Penciptaan Seni Keramik. Gorga Jurnal Seni Rupa, 82 320-326. Mudra, I. W., Remawa, A. A. G. R., & Wirawan, I. 2020. Wayang Kamasan Painting and Its Development in Bali’s Handicrafts. Cultura International Journal of Philosophy of Culture and Axiology, 171 139-157. Novitasari, D. 2018. Kajian Estetika Melalui Bentuk Keseimbangan Ilustrasi Durga Dengan Teknik Sablon Discharge Sederhana. Jurnal Bahasa Rupa, 12 73-80 Surajiyo, S. 2016. Keindahan Seni Dalam Perspektif Filsafat. Jurnal Desain, 203 157-168. Triwardani, R., & Rochayanti, C. 2014. Implementasi Kebijakan Desa Budaya dalam Upaya Pelestarian Budaya Lokal. Reformasi Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 42.. Utari, Ni Wayan. 2020, Kajian Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Denpasar. Wijayanti, A. 2019. Souvenir Development Based onLocal Wisdom and Community Gondang Jurnal Seni dan Budaya, 5 1 2021 53-63 63 Participation in Puspo Ardhi Tourism Village. HOSPITALITY AND TOURISM, 22 48. Yuliawan, I. G. 2017. Penciptaan Tempat Lampu Keramik Dengan Ornamen Figur Wayang. Skripsi, Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar. ... e process of evaluating art has not changed much from the traditional process. e main reason is that art lovers submit art evaluation requests online and managers accept the requests online and assign successful requests to designated experts [23]. First of all, the administrative staff will formulate an artwork protection plan. ...Mian WangMobile edge computing is a very popular technology now. It was proposed to eliminate the problem of lack of global computing resources. This article aims to study the use of the latest mobile edge computing technology to study the mobile information system for appreciation, exchange, and management of the traditional ceramic industry. The whole article uses mobile edge computing technology. It enters the network using wireless methods and provides recent users with the required services and cloud computing functions, allowing users to easily query the information and data they want, plus mobile. The information system enables people to use mobile phones, tablets, and other mobile terminals to query information in the ceramic industry and perform functions such as appreciation, communication, and management. From 2016 to 2020, our country’s ceramic industry exports have increased from US$ billion to US$ billion. Traditional ceramics in our country have been loved by various industries at home and abroad. The number of employees in the ceramic industry has also increased to 5 million, an increase of 30% year-on-year. The ceramic industry is also very promising in the long term. I Wayan MudraAnak Agung GedeRai RemawaArba WirawanThe puppet arts in Bali can be found in the wayang Kamasan painting at Kamasan Village, Klungkung Regency. This painting inspired the creation and development of new handicraft in Bali. The objectives this research 1. To find the wayang Kamasan painting in Klungkung Regency; 2. To find the development of handicraft types in Bali inspired by wayang Kamasan painting. This research used a qualitative descriptive approach, and data collection by observation, interview, and documentation. The results that wayang Kamasan painting is estimated to have existed since the reign of the ancient Bali kingdom, which was during the reign of King Dalem Waturenggong in Semarapura Klungkung. The wayang Kamasan painting character painted on a canvas with a light brown base color, stiff, two-dimensional , and the description follows the applied standards. The figures depicted taken from Ramayana and Mahabharata story. The Balinese handicrafts inspired by wayang Kamasan painting include ceramics, wovens such as sokasi/keben basket made of woven bamboo, keris sheath, dulang trays, bokor bowls, guitars, beruk coconut shell containers, and others. The authors expect in the future the wayang Kamasan painting can survive, and emerges the world's concern for its preservation. I Wayan MudraI Gede Mugi RaharjaI Wayan SukaryaAbstrakPara pencipta karya keramik di Indonesia terlihat telah berusaha mengangkat muatan tradisi khas Indonesia untuk mengimbangi dominasi kuasa produk keramik image Cina yang ada di Indonesia. Wayang khas Bali adalah salah satu motif tradisi yang sering dipilih dalam menciptakan karya-karya kriya keramik ini. Penulisan atikel ini bertujuan untuk membahas penciptaan karya-karya keramik yang terinspirasi dari motif wayang khas Bali. Penelitian ini memfokuskan bahasan pada jenis-jenis karya yang diwujudkan, teknik pembentukan, teknik penerapan ornamen, tokoh-tokoh wayang khas Bali yang divisualkan dan kualitas garapan dari karya-karya tersebut. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan dokumentasi, analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya-karya yang diwujudkan pada penciptaan keramik ini jenisnya terdiri dari guci dalam berbagai variasi dan ukuran, tempat lampu, dan dalam bentuk lukisan. Teknik pembentukan karya dikerjakan dengan teknik putar dan slab, dan penerapan ornamen dikerjakan dengan teknik lukis, ukir, dan toreh. Tokoh-tokoh wayang yang dominan dipilih dalam penciptaan ini, diambil dari seri ceritera Ramayana maupun Mahabrata, misalnya tokoh Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, dan Arjuna. Kualitas garapan karya masing-masing pencipta cukup baik. Hal ini bisa dilihat dari kerapian garapan dan kerumitan bentuk ornamen. Simpulan yang dapat disampaikan bahwa karya-karya keramik hasil ciptaan ini mampu menjadi pembeda ditengah maraknya keramik bernuansa Cina di Kunci ornamen; wayang; penciptaan; seni; ceramic creators in Indonesia seems to have tried to lift the content of the typical Indonesian tradition to offset the power dominance of the Chinese image ceramic products in Indonesia. The Balinese puppets were one of the traditional motifs often chosen to creating these ceramics crafts. The article writing aims discussed the ceramic work's creation inspired by Balinese puppet motifs. This research focused on the types of works that are realized, the formation techniques, the applying ornaments techniques, the character figures that visualized and the quality of the works. The data collection method was done by observation and documentation, data analysis done with qualitative descriptive. The results showed that the ceramic works embodied consisted of jars in various variations and sizes, places of lights, and in the form of paintings. The technique forming work is done with swivel and slab techniques, and the ornaments application was done by painting, carving, and incising techniques. The dominant puppet characters chosen in this creation were taken from the Ramayana and Mahabharata stories, for example, the characters Rama, Sinta, Laksmana, Anoman, Bima, and Arjuna. The work quality of each creator was quite good. This can be seen from the neatness of the claim and the form complexity of the ornaments. The conclusions that can be conveyed were that the ceramics produced were able to make a difference in the midst of the rise of Chinese nuanced ceramics in ornaments; puppet; creation; art; NovitasariThis study purpose is to analyze esthetic characters on Durga illustration with simple discharge screen printing technique. As many people know, Durga visualization is more identically spooky impression. Durga illustration used as reference or as an object on simple discharge screen printing technique, which is a type of screen print that removes the basic color of the fabric with chlorine material as a mixture of ink, produce a distinctive color effect and different from the usual screen printing techniques. This study will focus on the form balance and aesthetic characteristics or properties such as complexity, it becomes interesting to study. Furthermore in this writing using qualitative descriptive method in order to get a systematic, factual, and accurate overview of aesthetics through the balance form of Durga illustration with a simple discharge screening WijayantiDesa wisata Puspo Ardhi merupakan desa wisata yang sedang berkembang dan berlokasi strategis yakni di kawasan wisata Kulonprogo. Permasalahan yang cukup mendasar dan belum teratasi yakni ketersediaan souvenir bagi wisatawan. Souvenir sangat dibutuhkan bagi desa wisata Puspo Ardhi sebagai daya tarik wisata, media promosi, serta meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Metode penelitian yang digunakan yakni deskriptif kualitatif, melalui observasi langsung di desa wisata Puspo Ardhi. Data diperoleh dari berbagai informan kunci diantaranya perangkat desa, pengelola desa wisata, dan masyarakat lokal. Hasil penelitian berupa identifikasi potensi sumber daya alam yang bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan souvenir. Sumber daya alam yang melimpah di desa wisata Puspo Ardhi yakni tanaman bambu, tanaham herbal, ketela, dan kacang koro yang banyak tumbuh di desa wisata Puspo Ardhi. Penelitian ini menguraikan upaya pengembangan souvenir menggunakan sumber daya lokal dengan metode pendekatan partisipatif. Pengembangan souvenir berbahan dasar lokal mempunyai beberapa tujuan, yakni meningkatkan nilai ekonomis sumber daya lokal, memberikan peluang usaha bagi masyarakat setempat, serta meningkatkan pendapatan Makna Lukisan Kamasan Di Puri KlungkungT A AhmadAhmad, T. A. 2016. Mengurai Makna Lukisan Kamasan Di Puri Klungkung. Indonesian Journal of Conservation, 51 58T AkbarW PrastawaAkbar, T., & Prastawa, W. 2019. Karakteristik Dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hias. JADECS, 32, Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat SeniE K EkosiwiEkosiwi, E. K. 2017. Permasalahan Etis dalam Estetika dan Pendidikan Filsafat Seni. Jurnal Etika Respons, 2201 Bentuk Lukisan Wayang KamasanD JunaediJalinan EstetikaSubjekDan ObjekNilaiJunaedi, D. 2016. Estetika, Jalinan Subjek, Objek, dan Nilai. Yogyakarta ArtCiv Mudana, I. W. 2016. Inovasi Bentuk Lukisan Wayang Kamasan. Mudra Jurnal Seni Budaya, 312; Seni Dalam Perspektif FilsafatS SurajiyoSurajiyo, S. 2016. Keindahan Seni Dalam Perspektif Filsafat. Jurnal Desain, 203 Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program PascasarjanaNi UtariWayanUtari, Ni Wayan. 2020, Kajian Estetika, Fungsi dan Makna Logo Om Ham Retreat Ubud. Thesis, Program Magister Program Pascasarjana, Institut Seni Indonesia Denpasar.
GambarXVIII: Ornamen Praba Variasi Gunugan dalam Cerita Wayang Kulit pada Tiang Utama Serambi Masjid Gedhe Sumber : Dokumentasi Jeksi Dorno, Mei 2014 57 b) Ornamen Praba pada Tiang Penyangga Serambi Masjid Gedhe Yogyakarta Ornamen Praba pada tiang penyangga ini lebih kecil dibandingkan dengan Ornamen Praba tiang penyangga utama.
Seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari lima abad. Membawa kisah Ramayana dan Mahabharata, pagelaran selama semalam suntuk ini menjadi ruang yang tepat untuk melewatkan malam, berefleksi dan memahami filosofi hidup tgl 22 Desember 2021 / Jaya Tri HartonoMalam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging ukir kulit. Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran adegan dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas WAYANG KULITKraton, Jl. Rotowijayan 1 YogyakartaWaktu Setiap hari Sabtu, pukul - WIBTiket gratis, kita hanya perlu membayar tiket untuk masuk ke Kraton Rp untuk wisatawan lokal, Rp untuk wisatawan mancanegaraMuseum Sonobudoyo, Jl. Trikora 6 YogyakartaWaktu Setiap hari Sabtu, pukul - WIBTiket Rp YUNANTO WIJI UTOMO Photography JAYA TRI HARTONOCopyright © 2006 Foto Pertunjukan Wayang Kulit
. 90 452 304 294 383 212 193 409

ornamen ukir pada wayang kulit termasuk gambar yang bersifat